Telah diceritakan Sang Watugunung menaklukkan banyak kerajaan kemudian sampai istrinya ngidam mempunyai pembantu yang tidak lain adalah permaisuri Hyang Wisnu, sampai kemudian dikutuk oleh Sang Hyang Sangkara. Berikut lanjutannya.
Tersebutlah lagi pertempuran Sang Hyang Ari berhadapan dengan si Watugunung, lalu keluarlah api yang amat hebat dari kurma perwujudan Hyang Wisnu, disemburlah si Watugunung, dibelit oleh bajra ditikam dengan cakra. Akhirnya kalahlah sang Watugunung, tembus dadanya. Berkatalah sang Watugunung: ”Ih Hyang Wisnu sekarang matilah aku dengan marahnya lalu mengatakan, aku tidak akan henti-hentinya bermusuhan dengan diriu, sampai kepada penjelmaanku yang ketujuh aku tidak akan melupakan hal ini. Hyang Wisnu berkata: ”benar katamu itu, tetapi dimanakah engkau akan menjelma? Katakanlah! Sang Watugunung menjawab aku akan menjelma di Lengka dengan nama Dasasia dan sebaliknya menanyakan kepada Hyang Wisnu di mana akan menjelma nanti? Hyang Aribuana menjawab (bersabda): ”Ih Watugunung, kalau demikian katamu aku akan menjelma di Yodyapura; pada maharaja Dasaratha dan setiap kali aku lahir, selalu dapat membunuh dirimu!” akhirnya meninggallah sang Watugunung. Demikianlah diceritakan tentang sang Watugunung yang termuat dalam lontar Medangkamulan lembar 1a – 9b.
Tentang cerita lahirnya Wuku yang pernah termuat dalam majalah Bhagawanagara, disebut pula dipetik dari lontar Medan Kamulan dengan jalan cerita yang agak berbeda seperti di bawah ini. Tersebutlah setelah istri sang Watugunung keduanya minta permaisuri sang Hyang Wisnu sebagai pembatunya (babu), dengan segera sang Watugunung mengutus sang Warigadian ke Surga, membawa surat ke hadapan Hyang Ari. Setelah surat itu dibawa, Hyang Wisnu amat marah dan segera menantang sang Watugunung untuk bertempur. Hal itu disampaikan oleh sang Warigadian yang mengakibatkan sang Watugunung menjadi marah, segera memerintahkan memukul kentongan, rakyatnya semua berkumpul lengkap dengan senjata, segera menyerbu ke surga.
Terjadilah pertempuran yang sangat dasyat bunuh membunuh antara kedua pihak, sampai Sang Hyang Wisnu merasa tertekan karena serangan dari pasukan Watugunung. Diceritakan sang Watugunung sedang berada ditempat tidur disertai oleh kedua orang permaisurinya.Istri sang Watugunung menanyakan kejadian peperangan yang telah terjadi dan juga menanyakan hal tersebut sang Watugunung berkata: ”Janganlah adikku berdua memberitahu kepada orang lain (awywa wera), kesaktianku ini tidak akan dapat dikalahkan oleh para dewa, bhuta, danawa, kala, raksasa, manusia. Namun ada yang dapat mengalahkan, jika ada orang sakti (nara wisesa) berwujud kurma (empas/badawang), berkuku yang kuat itulah yang dapat membunuh diriku”.
Tentang percakapan tersebut didengar oleh Bhagawan Lumanglang yang sedang dalam keadaan berupa laba-laba. Bhagawan Lumanglang segera kembali ke surga, menghadap Dewa Wisnu seraya memberitahukan keadaan Watugunung. Besok paginya sekitar pukul 9 (dawuh tiga), Dewa Wisnu sudah berwujud kurma, berkepala seribu, kuku tanganya sangat panjang dan sangat kuat, segera berangkat untuk bertempur melawan sang Watugunung. Saat itu adalah Radite Kliwon, peperangan berlangsung sangat sengitnya. Sang Watugunung dapat ditundukkan dan tergeletak di tanah (mrecapada). Itulah sebabnya disebut”Watugunung mati terbunuh oleh Batara Wisnu, hari kematiannya ini dinamai ”Candung Watang”.
(bersambung)
Hindu Dharma | Watugunung Dihidupkan Kembali
August 30, 2010 at 6:25am[…] Moksartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma ← Watugunung Membocorkan Rahasia Kesaktian […]