Sudah diceritakan sebelumnya sampai Dewi Sintakasih melahirkan di atas batu. Berikut lanjutannya.
Demikianlah sabda Dewa Brahma. Sang Dewi keduanya menghormat dan menghaturkan terima kasih. Kemudian gaiblah Dewa Brahma kembali ke Kahyangan yang disebut Brahma Loka. Ketika lenyapnya Dewa Brahma, sang dewi keduanya ke kraton dengan memangku seorang putra. Tersebutlah bayi itu mengalami pertumbuhan yang amat cepat, sampai-sampai ibunya mearasa kewalahan meladeni bayinya untuk memberi makan karena bayinya makan amat kuat. Heranlah kedua permaisuri itu melihat putranya demikian hebatnya makan, kadang-kadang satu kali masak atau satu periuk dihabiskan dalam sekali makan tanpa ada sisanya. Makin hari makin bertambahlah kesibukan ibunya untuk meladeni putranya yang luar biasa itu. Sampai-sampai merasa kewalahan untuk memberi makan dan selalu menuntut untuk makan. Tersebutlah pada suatu hari ibuny sedang memasak di dapur, datanglah sang Watugunung mendekati ibunya seraya minta nasi untuk dimakan. Ibunya berkata : ”Anakku bersabarlah menunggu sementara ini nasinya belum masak”.
Demikian kata ibunya tetapi sang Watugunung tidak menghiraukan dan melahan mendesak supaya cepat-cepat memberikan nasi karena perutnya sudah lapar. Karena tidak tahan ketika itu pula sang Watugunung mengambil dengan sendiri tanpa bantuan ibunya, dan langsung nasi yang sedang dimasak itu disantapnya sampai habis tidak menghiraukan sudah matang atau belum, pendeknya dalam keadaan masih panas sudah dihabiskan. Melihat perilaku putranya demikian sangat tidak sopan, ibunya menjadi naik pitam dan mengambil sodo (siut) langsung memukul putranya tepat di kepalanya sampai berlumjuran darah, sang Watugunung menangis terisak-isak menahan luka yang dideritanya. Ketika sakit dari lukanya sudah agak reda Watugunung meninggalkan kraton karena saking marahnya menuju gunung Emalaya. Dalam perjalanan sang Watugunung berbuat seenaknya saja terual makanan, merampok terutama dalam hal makanan, merampok makanan rakyat dan langsung dimakannya.
Penduduk di sekitar lereng Gunung Emalaya merasa sangat heran melihat perilaku anak kecil itu yang serba berani, memaksa makanan dari penduduk. Hal ini sangat mengganggu kesejahteraan dan keamanan penduduk. Karena penduduk merasa kewalahan untuk mengahadapi tingkah polah anak itu, akhirnya masalahnya dilaporkan kepada raja Giriswara.
Mendengar laporan itu sang raja merasa terkejut, dan naik darah seketika itu juga memerintahkan rakyatnya untuk membunuh Watugunung. Setelah mendengar keputusan raja seluruh lapisan kekuatan daerah itu menyerang sang Watugunung dengan merebutnya dan memukul dengan bermacam-macam senjata, serangan datang dari segala sudut yang kesemuanya tertuju ke badan sang Watugunung. Tetapi sayang seluruh serangan dan seluruh senjata penyerang tidak ada yang mempan.
Sang Watugunung sedikit pun tidak ada yang cidera. Sang Watugunung terus mengadakan aksinya dengan mengobrak-abrik yang menyerangnya, mengahancurkan kelompok penyerang yang hebat itu. Sehingga pasukan penduduk Emalaya lari terbirit-birit untuk menyelamatkan jiwanya dari kepungan Watugunung. Sang Raja sangat marah mengetahui keadaan rakyatnya dihancurkan oleh Watugunung. Raja Girisrawa dengan hati yang membara turun ke medan perang dengan persenjataan yang lengkap untuk menghadapi sang Watugunung. Maka terjadilah perang tanding antara raja Giriswara dengan Watugunung, yang sama-sama hebat dan sakti dalam peperangan itu. Perang tanding itu berlangsung 7 (tujuh) hari. Dan pada akhirnya Raja Giriswara dapat dikalahkan oleh sang Watugunung, sehingga raja Giriswara tunduk dan menghormat kepada sang Watugunung, mengenai kekalahan kerajaan Emalaya sampai di sini.
Tersebutlah sang Watugunung melanjutkan serangan mengarah ke kerajaan Pasutranu yang rajanya bernama Prabu Kuladewa.karena serangan yang dilakukan Watugunung rakyat Kuladewa tidak tinggal diam, maka terjadilah pertempuran yang tidak kurang dasyatnya dengan pertempuran di kerajaan Girisrawa. Rakyat Kuladewa kewalahan menghadapi serangan Watugunung yang hebat itu. Akhirnya mereka lari tunggang langgang meneyelamatkan jiwanya masing-masing. Namun akhirnya sampai raja Kuladewa dapat dikalahkan, dan tunduk kepada Watugunung. Sang Watugunung melanjutkan serangannya kepada raja Talu, raja Mrabuana, raja Wariksaya, raja Pariwisaya, raja Julung, raja Sunsang dan yang lainnya dengan mudah dapat ditundukkan.
Keseluruhan dari kerajaan yang dikalahkan berjumlah 27 kerajaan dan sampai semua Rajanya tunduk kepada sang Watugunung. Tak ketinggalan juga rakyat beserta daerahnya menjadi jajahan sang Watugunung. Kesaktian ini diperolehnya pada saat lahirnya di kaki Gunung Sumeru dari Sang Hyang Padmayoni. Selama 150 tahun sang Watugunung memerintah daerah jajahannya. Dalam pemerintahannya itu beliau selalu menanyakan kepada raja-raja taklukannya. Katanya : ”Hai para raja apakah ada raja yang hebat lagi yang belum aku tundukkan?”. para raja pun menjawab ” Daulat tuanku maha raja Girisila Emalaya, masih ada dua orang raja lagi yang belum tuanku tundukkan yaitu keduanya perempuan yang amat rupawan bertahta di negara Kundadwipa yang sangat diagungkanoleh rakyatnya dan dihormatinya. Jika tuanku dapat mengalahkannya kedua raja itu sangat patut untuk dijadikan permaisuri tuanku raja.
(bersambung)
Hindu Dharma | Istri Watugunung Ngidam Aneh
August 27, 2010 at 5:50am[…] Moksartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma ← Watugunung Menaklukkan Kerajaan […]
Hindu Dharma | Watugunung Melawan Sang Hyang Wisnu
August 28, 2010 at 5:47am[…] telah diceritakan Sang Watugunung telah menaklukkan banyak kerajaan sampai kemudian istrinya ngidam mempunyai seorang pembantu yang tidak lain adalah permaisuri Sang […]
Hindu Dharma | Watugunung Membocorkan Rahasia Kesaktian
August 29, 2010 at 7:04am[…] 29th, 2010 by pengempon TweetTelah diceritakan Sang Watugunung menaklukkan banyak kerajaan kemudian sampai istrinya ngidam mempunyai pembantu yang tidak lain adalah permaisuri Hyang Wisnu, […]