Kebanyakan pasti sudah tahu dan sudah well versed dengan Vedanta. Berikut adalah uraian singkat tentang apa itu Vedanta sekedar untuk refresh. Secara umum kitab Weda dibagi menjadi 2 bagian yaitu Karma Kanda dan Jnana Kanda. Karma Kanda adalah bagian yang membahas tentang ritual, doa, upacara, dan yadnya. Sedangkan Jnana Kanda adalah bagian yang membahas tentang jnana, filsafat (dharsana).
Kata “jnana” memiliki beberapa arti sinonim diantaranya yaitu pengetahuan, kesadaran (consciousness/awareness). Kata “pengetahuan” memiliki dua pengertian yaitu pengetahuan pada level intelektual (book knowledge) dan pengetahuan pada level pengalaman langsung. Pengetahuan intelektual dalam konteks spiritualitas Vedanta disebut dengan pengetahuan tidak langsung (indirect knowledge). Sedangkan pengetahuan pada level pengalaman langsung disebut pengetahuan langsung (direct knowledge).
Pada level pengetahuan intelektual diperlukan tiga komponen yang dalam literatur Vedanta disebut triputi yaitu subyek yg mengetahui (the knower), tindakan mengetahui (the act of knowing), dan obyek yg diketahui (known). Semua pengetahuan dualitas (rwa bhineda) beroperasi pada level pengetahuan intelektual. Pengetahuan dualitas berhenti atau lenyap pada level pengetahuan langsung karena pada level pengetahuan langsung (direct knowledge) komponen triputi lenyap dan yang tinggal atau yang ada hanyalah “kesadaran (jnana)” atau the “knower” saja.
Beberapa literatur lain juga menyebutkan bahwa selain Karma Kanda dan Jnana Kanda, Weda juga memiliki bagian yang disebut dengan Upasana. Kata “upasana” secara bebas bisa diartikan “sembahyang, meditasi, kontemplasi.”
Kata Vedanta berasal dari dua suku kata yaitu ‘veda=weda’ merujuk pada kitab Weda; dan ‘anta=akhir’ merujuk pada bagian akhir dari kitab Weda yaitu Upanisad. Dalam konteks Weda, Upanisad merupakan bagian dari Weda yang letaknya di bagian akhir kitab Weda. Oleh karena itu kata Vedanta merujuk pada Upanisad. Jadi kata Upanisad dan Vedanta adalah sinonim dan interchangable.
Kata “anta” juga berarti kesimpulan (siddhanta). Jadi secara singkat kata Vedanta berarti kesimpulan dari ajaran Weda dan merujuk pada Upanisad. Ada juga yogi/acharya yang mengartikan kata ‘anta=sisi/ujung’ dan menganalogikannya dengan sisi atau ‘edge’ bilah pisau yang tajam karena Vedanta merupakan sumber pengetahuan yang tajam tentang realitas absolut (Brahman).
Vedanta menjadi salah satu dari 6 sistem filsafat hindu yg menerima otoritas Weda yang disebut dengan ‘sad dharsana.’ Vedanta berkembang menjadi filsafat yang sistematis dan msauk ke dalam sad dharsana pada abad ke-7 atas peran seorang acharya besar pada abad itu bernama ‘Sri Adi Sankaracharya’ yang sering juga disebut ‘Sankara.’
Dalam tradisi tulisan, sebelum Sankara sebenarnya sudah ada yogi besar yang terlebih dulu memberikan komentar atau pandangan atas Upanisad yang kemudian menjadi cikal bakal filsafat Vedanta yaitu Gaudapada dan Govindapada. Govindapada adalah guru dari Sankara dan Gaudapada adalah guru dari Govindapada. Jadi Gaudapada adalah guru dari gurunya Sankara yaitu Govindapada.
Ajaran pokok (core teaching) dari ketiga acharya besar ini adalah bahwa hanya ada satu realitas absolut yang dalam Upanisad disebut ‘Brahman.’ Dalam Vedanta ajaran yang berpandangan bahwa hanya ada satu realitas disebut Advaita. Advaita berarti bukan dua (non-dual). Artinya hanya ada satu realitas, tidak ada yang kedua sebagaimana yang dinyatakan dalam Upanisad ‘ekam eva advidtyam brahman.’
Jadi sejak jaman Upanisad sampai pada Sankara, kata Vedanta identik dengan Advaita. Sehingga pada waktu itu filsafat Advaita cukup disebut dengan Vedanta. Hanya setelah kemunculan Ramanujacharya yang mengusung filsafat Visishthadvaita pada abad ke-11 dan Madhvacharya pada abad ke-12 yang mengusung filsafat Dvaita kemudian filsafat Vedanta yang diusung oleh Gaudapada, Govindapada, dan Sankara disebut dengan Advaita Vedanta. Oleh karena itu jika kita bicara Vedanta harus jelas dan spesifik Vedanta menurut siapa. Apakah kita bicara Advaita, Visishthadvaita atau Dvaita.
Saya pribadi lebih condong pada Advaita terutama menurut pandangan pengusung Vedanta awal yaitu Gaudapada, Govindapada, dan Sankara. Oleh karena ifu kata Vedanta dalam uraian saya di bawah ini merujuk pada Advaita Vedanta. Filsafat Vedanta berpijak pada tiga kerangka atau pilar dasar yaitu Upanisad, Bhagavad Gita dan Brahmasutra. Dalam Vedanta tiga pijakan ini disebut ‘prasthanatraya.’
Upanisad adalah rujukan sruti dan merupakan ekspresi puitis atas pengalaman mistis para Maharesi jaman dulu saat mengalami atau melihat realitas absolut secara langsung (direct experience).
Bhagavad Gita sumber pijakan smerti yang berisi ajaran filsafat (bukan buku teologi) dan merupakan intisari atau esensi dari Upanisad. Brahmasutra atau kadang disebut juga Vedanta Sutra atau Vedanta Sara adalah kitab logika (niyaya) yang menjabarkan isi Upanisad sesuai dengan urutan-urutan logika dan nalar.
Vedanta adalah filsafat yang unik. Benar bahwa setiap agama atau sistem filsafat di dunia unik karena memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing. Keunikan Vedanta bukan semata-mata karena Vedanta berbeda dengan agama atau filsafat yang lain, tetapi karena Vedanta mengajarkan ajaran yang tidak ada atau tidak dibahas secara eksplisit di ajaran agama atau filsafat manapun. Karena keunikannya ini Vedanta disebut ‘asadharana dharma’ yang berarti ‘tidak umum (uncommon).
Tiga keunikan Vedanta yaitu:
Menurut Vedanta hanya ada satu Realitas yang oleh Upanisad disebut ‘Brahman.’ Sebenarnya kata ‘satu’ kurang tepat karena kata bilangan ‘satu’ memberi kemunculan angka bilangan ‘dua, tiga, dst. Yang tepat adalah ‘tunggal’ karena Brahman adalah realitas satu-satunya, tidak ada yang kedua. Itulah mengapa frasa ‘ekam eva’ diikuti dengan kata ‘advityam.’ Kata ‘advityam’ memastikan sekaligus menegaskan bahwa Brahman adalah satu-satunya entitas yang ada, tidak ada entitas kedua, ketiga, dst.
Untuk menegaskan kemahatunggalan Brahman, Vedanta menyatakan bahwa tiga jenis perbedaan yang membedakan entitas yang satu dengan lainnya tidak berlaku pada Brahman. Dalam Vedanta Brahman dikatakan:
Na svajatibheda. Artinya di luar Brahman tidak ada entitas lain yang sama dengan Brahman. Misalnya Brahman adalah buah jeruk maka tidak ada jeruk lain (jeruk 2, jeruk 3, dst).
Na dvijatibheda. Artinya yaitu tidak ada entitas lain dan berbeda dengan Brahman. Pada analogi jeruk maka tidak ada buah lain yg berbeda dengan jeruk misalnya apel, mangga, salak, dll.
Na sagatibheda yaitu di dalam Brahman tidak ada entitas lain. Artinya Brahman tidak memiliki bagian-bagian (part) di dalam dirinya. Pada analogi buah jeruk di dalam jeruk tidak ada bagian-bagian misalnya serabut-serabut, biji, dll. Artinya keseluruhannya adalah hanya Brahman (homogen).
Keunikan Vedanta yang ke dua adalah bahwa Realitas absolut yang disebut Brahman adalah “kamu.” Hal ini ditegaskan dalam mahavakya Upanisad yang populer yaitu “Tat Tvam Asi” (Thou That Art= Engkau adalah Itu. Kata ‘itu’ merujuk pada Brahman). Ajaran ini hanya ditemukan dalam Vedanta. Tidak ada ajaran agama/filsafat apapun selain Vedanta yang mengajarkan bahwa dirimu yang sesungguhnya adalah Brahman.
Keunikan Vedanta yang ketiga adalah bahwa ‘dirimu’ (engkau) yang dimaksud oleh Vedanta adalah bukan ‘diri’ yang ada dalam anggapan kita selama ini yaitu ‘diri individu/pribadi’ (personal self/ego/jiva). “Diri” yang dimaksud oleh Vedanta adalah bukan ‘aku adalah badan, Aku adalah anu dan anu’ (I am so and so), tetapi ‘diri’ (Aku) yang kekal abadi (eternal), tak termusnahkan (imperishable), tak berubah (unchangable/immutable) serta sat-chit-ananda. Menurut Vedanta ‘Diri’ yang demikian itu adalah merupakan substrata dari jagad raya dan segala yang ada.
Secara keseluruhan isi atau esensi dari Upanisad bisa disimpulkan dalam tiga kata yaitu “Tat Tvam Asi.” Untuk sampai pada kesimpulan ini Vedanta menerapkan prinsip sains dimana logika dan nalar adalah panglimanya. Salah satu cara atau metode memperoleh pengetahuan yang benar untuk sampai pada kebenaran adalah inference atau kesimpulan (anumana). Anumana adalah salah satu dari beberapa pramana yang diakui dan diterapkan dalam Vedanta. Oleh karena itu Vedanta disebut juga ‘science of the self’.
Sebelum sampai kepada kesimpulan bahwa ‘diri’ kita yang sesungguhnya adalah diri yang inperishable, immutable, eternal, dan sat-chit-ananda, Vedanta menerapkan analisis diri yang disebut ‘neti neti.’ Vedanta menganalisis ‘badan’ (panca maya kosa) yang kita kira adalah diri kita dan setelah menegasikan dengan ‘neti neti’ bahwa semua lapisan badan (panca maya kosa) adalah bukan diri kita, Upanisad berkesimpulan bahwa diri kita yang sejati (Atman) adalah Brahman. Hal ini ditegaskan dalam mahavakya yang lain yaitu “Aham Brahmasmi”, Ayam Atma Brahma”, Prajnanam Brahman.”
Jadi Vedanta adalah sains metafisik artinya sains yang membahas tentang realitas yang berada di luar fisik (time, space and causality). Vedanta adalah bukan sains fisik. Jika ingin belajar sains fisik maka harus belajar dari ilmuwan fisik dan buku-buku yang membahas tentang sains ilmiah.
Penulis: Made Keva Kurniawan