Pada bagian sebelumnya telah diceritakan Sang Watugunung telah menaklukkan banyak kerajaan. Berikut ini lanjutannya.
Demikianlah jawaban dari raja-raja yang didengar keterangannya. Dan raja Girisila membenarkan. Setelah mendengar keterangan dari para raja itu, maharaja Girisila memerintahkan kepada rakyatnya supaya mempersiapkan diri lengkap dengan persenjataan guna menyerang kerajaan Kundadwipa. Rencana ini didengar oleh kerajaan Kundadwipa maka dari itu rakyat Kundadwipa bersiap-siap untuk menyambut tamu yang tak diundang itu, tidak ketinggalan pula dengan persenjataan yang memadai.dan pada saat terjadinya pertempuran yang sengit, seram sampai aliran darah dari para korban menganak sungai. Sama-sama perwira sama-sama gagah berani tidak ada yang mau menyerah pantang mundur. Korban dari kedua belah pihak makin banak, korban jiwa korban harta dan yang lain-lainnya. Setelah pertempuran berlangsung yang menderita kekalahan adalah di pihak Kundadwipa. Maka kedua raja perempuan itu dikawini, karena lupa padahal itu adalah ibunya sendiri. Pada suatu saat setelah lama bersuami istri, sang Watugunung menyuruh kedua permaisurinya untuk mencari kutu di kepala suaminya.
Sedang asyiknya pekerjaan memburu kutu itu dilakukan terjadilah gempa bumi, hujan dengan lebatnya disertai angin dan disambung oleh petir yang mengguntur di langit. Melihat tanda-tanda itu para dewa sangat khawatir kejadian apakah yang bakal terjadi selanjutnya. Maka sekalian dewa menghadap dewa Siwa. ”Haturnya yang mulia batara Siwa apakah sebabnya terjadi gerakan-gerakan alam yang hebat seperti sekarang ini? Kemungkinan besar ada manusia yang berbuat tidak sesuai dengan perikemanusiaan, tidak sesuai dengan tata susila, membenarkan yang tidak benar berlaku seperti binatang”.
Mendengarkan keterangan Dewa seperti itu, Dewa Siwa segera memanggil pendeta para dewa yaitu Bhagawan Narada(Rsi Priarana) supaya menyelidiki perbuatan manusia di dunia yang menyebabkan gerak alam yang dasyat ini. Dang Hyang Narada segera turun untuk menyelidiki perbuatan manusia di dunia ini. Diketahuilah sang Watugunung sedang asyiknya berkutu dengan kedua istrinya. Dengan segera Dang Hyang Narada kembali ke Siwa Loka. Melaporkan kejadian itu kepada Dewa Siwa. Kata beliau ”Yang mulia Dewa Siwa kami datang dari dunia melaporkan hasil dari penyelidikan yang kami lakukan dengan sangat teliti ternyata memang memang ada manusia berbuat yang tidak memenuhi tata susila kemanusiaan yaitu sang Watugunung mengambil kedua ibunya dipakai istri (dipakai permasuri).
Hal yang demikianlah sangat tidak tepat dilakukan oleh manusia”. Mendengar laporan yang sangat meyakinkan itu Sang Hyang Sahasra menjadi naik pitam dan menjatuhkan kutukan yang ditujukan kepada sang Watugunung, sabda beliau : ”Hai kau sang Watugunung semoga engkau mati dibunuh Sang Hyang Narayana (Dewa Wisnu) karena perbuatan yang sangat dursila itu yaitu mengambil ibu kandung dipakai sebagai permaisuri (memperistri ibu kandung), mengambil ”babu sodaran,, mengambil tumin temen, kewaulan, babu dimisan, keponakan ring nyama, rerama ringmisan, suta sodaran dan cucu”.
Semua yang tersebut di atas tidak boleh dijadikan istri. Jika ada manusia yang melakukan hal itu, patut dibuang ke laut, dan jiwanya supaya disiksa oleh rakyat batara Yama pada alam neraka. Apabila kelak menjelma agar dalam kehidupannya itu selamanya menderita kesengsaraan”. Demikian kutuk Sang Hyang Tri Purusa. Tersebutlah pada suatu hari sang Watugunung melakukan pemburuan kutu yang dilakukan oleh kedua istrinya pada atau di atas kepala sang Watugunung yang besar itu. Saat asyiknya mencari kutu sambil menggaruk-garuk kepada maha raja, ketika melipat-lipat rambut yang kurang teratur itu kedua istrinya tercengang seketika, karena melihat bekas luka pada kepala yang sedang dielus-elusnya itu.
Maka teringatlah beliau dengan perbuatannya yang terdahulu yaitu memukul kepala putrany dengan sodo (siut) sehingga menimbulkan luka di kepala putranya demikian pertimbangan di dalam hati, beliau tidak dapat berbuat apa-apa hanya diam tercengang, bahwa yang dipakai suami adalah putranya sendiri. Karena kedua pasang tangan istrinya menjadi agak lemas dan percakapan kecil seketika menjadi hening. Dalam keheningan itu sang Watugunung bertanya kepada kedua permaisurinya: ”Hai adinda kenapa diam seketika apa yang menyebabkan coba jelaskan supaya kakanda mengetahui hal itu”.
Pertanyaan itu lama tidak dijawab karena dadanya merasa sesak, akhirnya menjawab : ”Ampun tuanku raja, adapun yang menyebabkan kami berdiam karena karena kami ngerempini (ngidam)”. Sang Watugunung balik bertanya: ”Bagaimana adinda mengidam?”. Apa yang adinda idamkan katakanlah! :Kakanda yang terhormat, kami mengingini seorang pembantu yang tidak boleh lain daripada permaisuri Sang Hyang Wisnu”, demikianlah permaisuri beliau menjawab. “Sangat sayang aku tidak mengetahui tempat Sang Hyang Wisnu, apakah dinda berdua mengetahuinya?” Oh tempat Sang Hyang Wisnu ada di bawah tanah”.
(bersambung)
Hindu Dharma | Watugunung Melawan Sang Hyang Wisnu
August 28, 2010 at 5:47am[…] Moksartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma ← Istri Watugunung Ngidam Aneh […]
Hindu Dharma | Watugunung Membocorkan Rahasia Kesaktian
August 29, 2010 at 7:05am[…] TweetTelah diceritakan Sang Watugunung menaklukkan banyak kerajaan kemudian sampai istrinya ngidam mempunyai pembantu yang tidak lain adalah permaisuri Hyang Wisnu, sampai kemudian dikutuk oleh Sang […]